Kakak :
adek.. lagi main apa sih? Buruan masuk kita maem dulu!
Adek : lagi
main kereta-keretaan nih kak.
Kakak :
udah dulu yuk mainnya, kita maem dulu.
Adek :
bentar dong kak, keretanya belum sampai
stasiun. Jadi belum boleh berhenti.
S
|
ering kah
anda menghadapi kejadian seperti ilustrasi diatas? Dimana anak yang sedang
asyik bermain tidak mau menghentikan permainannya. Pasti tidak jarang hal itu
terjadi ketika kita menghadapi anak usia dini. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Membiarkan tetap bermain? Atau memaksanya menghentikan permainannya? Tidak
sedikit dari kita memilih langkah yang kedua, memaksa menghentikan permainanya.
Namun apakah kita mencoba memahami apa alasan anak tersebut? “keretanya belum
sampai stasiun. Jadi belum boleh berhenti.” Apakah kita berpikir bahwa anak
tersebut pun sedang belajar? Kenapa kita tidak berpikir bahwa betapa pintarnya
anak tersebut. Dia tahu bahwa kereta hanya berhenti di stasiun, oleh karenanya
dia tidak mau menghentikan permainannya sebelum objek yang dia anggap kereta
tersebut sampai ke tempat yang dia anggap sebagai stasiun.
Tidak
selamanya permainan itu hanya membuang-buang waktu saja. Apalagi perlu
diperhatikan bahwa dunia anak adala dunia bermain. Menurut Singer (dalam
Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk
menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya
dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan
untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain
bagi anak adalah kegiatan yang serius tetapi menyenangkan. Menurut Conny R.
Semiawan (Jalal, 2002: 16) bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh
anak karena menyenangkan, bukan karena hadiah atau pujian. Melalui bermain,
semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas
anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah
diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat
mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental
intelektual dan spritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak usia dini
merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.
Bermain merupakan sebuah instrumen penting bagi
perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak-anak, juga sebagai sebuah
refleksi atas perkembangan mereka. Memahami bahwa anak adalah
konstruktor-konstruktor aktif atas pengetahuan yang dimiliki dan bahwa
perkembangan dan belajar sebagai hasil proses interaktif, para guru anak usia
dini mengakui bahwa bermain bagi anak merupakan sebuh kontek yang sangat
mendukung untuk proses-proses perkembangan tersebut (Piaget 1952; Fein 1981;
Bergen 1988; Smilansky & Shefatya 1990; Fromberg 1992; Berk & Winsler
1995).
Bermain memberi anak-anak kesempatan-kesempatan
untuk memahami dunia, berinteraksi dengan orang lain dalam cara-cara yang
secara sosial diterima, mengekspresikan dan mengontrol emosi-emosi, dan
mengembangkan kapabilitas-kapabilitas simbolik mereka. Permainan anak memberi
orang-orang dewasa pencerahan-pencerahan atas perkembangan anak-anak dan
kesempatan-kesempatan untuk mendukung pengembangan strategi-strategi baru.
Vygotsky (1978) meyakini bahwa bermain mengarahkan perkembangan, sebagai
contoh, permainan simbolik dapat mempromosikan perkembangan abilitas-abilitas
representasi simbolik. Bermain menyediakan sebuah kontek bagi anak-anak untuk
mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru dikuasai dan juga berfungsi
sebagai sudut pengembangan kapasitas-kapasitas untuk menjalankan peran-peran
sosial yang baru, mencoba tugas-tugas yang baru atau yang menantang, dan
memecahkan permasalahan yang komplek yang mungkin bisa atau tidak akan bisa
mereka tangani (Mallory & New 1994b).
Penelitian
menunjukkan pentingnya permainan sosiodrama sebagai bagian dari kurikulum belajar
untuk anak-anak usia 3 sampai 6 tahun. Ketika para guru menyediakan sebuah
organisasi tematik untuk bermain, menawarkan dukungan, ruang, dan waktu yang
tepat, dan menjadi lebih terlibat dalam permainan dengan memperluas dan
mengelaborasi atas gagasan-gagasan anak, maka bahasa dan
keterampilan-keterampilan literasi anak dapat ditingkatkan (Levy, Schaefer,
& Phelps 1986; Schrader 1989, 1990; Morrow 1990; Pramling 1991; Levy,
Wolfgang, & Koorland 1992).
Adapun
beberapa manfaat dari bermain adalah sebagai berikut :
Berkembangnya
kemampuan kinestesik dan motorik anak.
Berkembangnya
otak kanan anak yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional, kreativitas,
dan spasial.
Berkembangnya
kemampuan anak untuk bersosialisasi
Berkembangnya
pengetahuan anak tentang norma dan nilai- nilai .
Berkembangnya
kemampuan anak dalam memecahkan masalah,
Berkembangnya
rasa percayaan diri anak.
Menurut
Montololu (2005:1.15) bahwa manfaat sikap senang bermain bagi anak adalah
sebagai berikut :
·
Bermain memicu kreatifitas anak,
·
Bermain bermanfaat mencerdaskan otak anak,
·
Bermain bermanfaat menanggulangi konflik bagi anak,
·
Bermain bermanfaat untuk melatih empati,
·
Bermain bermanfaat mengasah panca indera,
·
Bermain sebagai media terapi (pengobatan),
·
Bermain itu melakukan penemuan.
Nah, betapa
besarnya kan pengaruh bermain bagi perkembangan anak. jadi, ketika anak sedang
bermain jangan paksa untuk berhenti, bahkan kalau perlu ikutlah berpartisipasi
dalam permainannya sehingga anak akan lebih merasa senang dan lebih banyak
mendapat pelajaran.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar